KOMINFORMA, PACITAN — Persoalan kepemilikan lahan kembali mencuat di Pacitan. Seorang warga bernama Sutikno (66) mengajukan keberatan resmi kepada Pemerintah Kabupaten Pacitan setelah mengetahui bahwa sebidang tanah yang ia klaim beli sejak tahun 1996 telah berubah status menjadi aset pemerintah tanpa pernah ada penyelesaian administrasi maupun kompensasi.
Sutikno menyampaikan bahwa pembelian lahan itu ia lakukan pada masa awal pembangunan akses menuju Goa Gong, ketika pemerintah daerah membutuhkan penyesuaian jalur namun pembebasan lahan oleh pemilik awal tidak dapat dilakukan.
Untuk mendukung kelancaran pembangunan tersebut, ia kemudian mengambil langkah pribadi. “saya membeli lahan tersebut seharga 2 juta pada tahun 1996,” yang menurutnya dilakukan demi memperlancar proyek wisata yang saat itu masih dalam perintisan.
Setelah proses pembelian, Sutikno menjelaskan bahwa seluruh dokumen jual beli telah ia serahkan kepada instansi pemerintah pada tahun 1997 untuk tujuan penggantian dan penataan administrasi. Namun, proses tersebut tidak pernah mendapat kejelasan. Selama hampir dua dekade, ia mengaku menanyakan perkembangan berkas, tetapi selalu menerima jawaban yang sama bahwa dokumen masih dicari dan belum ditemukan.
Kebuntuan itu baru berubah ketika pada tahun 2025 ia melakukan klarifikasi ulang dengan pihak-pihak yang terlibat. Mantan pemilik lahan disebut kembali membenarkan adanya transaksi jual beli pada 1996.
Namun, bagi Sutikno, yang lebih mengejutkan adalah pengakuan dari pihak yang disebut mengurus proses sertifikasi lahan tersebut. “pelaku penyerifikatan mengakui telah mensertifikatkan tanah saya tersebut atas permintaan Pemkab Pacitan tanpa sepengetahuan saya,” terangnya (20/11).
Menurut Sutikno, langkah pensertifikatan pada tahun 1998 itu dilakukan tanpa melibatkan dirinya. Hal inilah yang membuatnya merasa sangat dirugikan, terutama karena lahan tersebut kini telah digunakan secara permanen sebagai area parkir obyek wisata.
Sutikno meminta pemerintah membuka kembali seluruh dokumen terkait proses pembebasan lahan, administrasi pembayaran, serta penerbitan sertifikat. Ia berharap persoalan yang telah berlangsung hampir tiga puluh tahun ini dapat diselesaikan secara terbuka dan adil, serta tidak merugikan dirinya sebagai pihak yang merasa memiliki bukti hukum awal.


