Kalila

Kalila

Banyak Pelaku Usaha di Pacitan Belum Kantongi SIPA, Terancam Denda Miliaran

Redaksi
11 Jul 2025, 19:22 WIB Last Updated 2025-07-11T12:22:16Z
Ilustrasi

KOMINFORMA, PACITAN – Sektor usaha yang banyak bergantung pada penggunaan air tanah seperti perhotelan, penginapan, rumah kos, jasa pencucian kendaraan, dan laundry di Kabupaten Pacitan sedang menjadi sorotan. Pasalnya, muncul dugaan kuat bahwa hampir seluruh pelaku usaha di sektor tersebut belum memiliki Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA) yang seharusnya wajib dimiliki sesuai aturan yang berlaku. 

Kewajiban SIPA ini diatur dalam berbagai regulasi, mulai dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, hingga aturan turunan lainnya seperti PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang perizinan berbasis risiko, dan Permen PUPR Nomor 6 Tahun 2021. Selain itu, terdapat pula Keputusan Menteri ESDM Nomor 259.K/Gl.01/Mem.G/2022 yang secara khusus mengatur standar penyelenggaraan SIPA. 

Salah satu pemerhati lingkungan di Pacitan menyayangkan rendahnya kesadaran pelaku usaha terkait hal ini. Menurutnya, izin tersebut merupakan dokumen penting yang wajib dimiliki oleh siapapun yang secara intensif memanfaatkan air tanah untuk mendukung operasional bisnis mereka. 

“SIPA ini wajib harus dimiliki semua pelaku usaha yang banyak memanfaatkan air tanah. Bagi mereka yang lalai atau abai tidak memenuhi ketentuan itu, sanksi denda sebesar 1,4 miliar siap menjerat mereka,” paparnya, (11/7/2025).

Lebih jauh ia menjelaskan, negara punya alasan kuat dalam mewajibkan izin pengusahaan air tanah ini. Selain sebagai sumber daya vital bagi kehidupan sehari-hari, air tanah juga krusial dalam menunjang kelangsungan berbagai jenis usaha, seperti industri makanan dan minuman yang memerlukan air bersih dan steril dalam proses produksinya. 

“Oleh karena itu, dalam memanfaatkan air tanah, maka pelaku usaha wajib memiliki legalitas yang disebut Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA). Kami harapkan para pihak utamanya penegak hukum untuk segera melakukan sweeping dan memberikan edukasi atau tindakan represif seandainya didapati pengusaha nakal yang tidak segera memenuhi ketentuan tersebut,” tambahnya.

Namun, ia tak memungkiri bahwa proses pengurusan SIPA terbilang rumit dan tidak bisa diselesaikan di tingkat daerah. Kewenangan penerbitan izin ini berada langsung di bawah Kementerian ESDM. Sebelum sampai ke sana, pengusaha harus melengkapi berbagai syarat administratif. 

Di antaranya adalah rekomendasi dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), serta pendapat ahli dari perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB). Bahkan, aktivitas pengeboran atau pembuatan sumur pun tak bisa dilakukan sembarangan, karena harus ditangani oleh tenaga kerja tersertifikasi. 

“Prosesnya memang panjang dan njlimet. Daerah tidak memiliki kewenangan untuk SIPA ini. Semua ada di pusat dengan pelibatan berbagai lembaga. Termasuk proses pembuatan sumur pun harus dilakukan oleh pihak yang telah berizin dan tenaga bersertifikasi,” pungkasnya. 

Sampai berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak pemerintah daerah maupun asosiasi pelaku usaha terkait temuan ini. Namun isu ini sudah menyita perhatian berbagai pihak yang berharap ada tindak lanjut dan langkah tegas untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan demi menjaga kelestarian sumber daya air tanah di Pacitan. (red)
Komentar

Tampilkan