KOMINFORMA, BLITAR – Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2025 dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk pengadaan buku di tingkat SD di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, diduga tidak sesuai aturan. Temuan ini diungkap Forum Pendidikan Blitar (FPB).
Ketua FPB, Zainul Ichwan, menyebut bahwa sejumlah sekolah dasar di Blitar telah menggunakan dana BOS untuk membeli buku yang belum lulus penilaian maupun belum memiliki Surat Keputusan (SK) kelayakan dari kementerian, sebagaimana diatur dalam juknis BOS.
“Padahal berdasar aturan JUKNIS atau peraturan menteri pendidikan, buku Pendidikan Teks dan Nonteks yang dibeli dari dana BOS/BOP bahwa Buku telah lulus penilaian dan telah ditetapkan kelayakannya oleh kementerian dan Harga Eceran Tertinggi (HET) telah ditetapkan oleh SK kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP),” tegas Zainul. (7/9)
Menurut FPB, buku-buku yang diduga ilegal itu sudah beredar di sekolah-sekolah. Bahkan dari keterangan pihak sekolah, hampir seluruh SD di Blitar melakukan pembelian serupa dengan alasan keputusan internal sekolah dan sepengetahuan Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar.
FPB mendesak agar kepala sekolah dan Dinas Pendidikan berhati-hati dalam menggunakan dana BOS, serta memastikan seluruh belanja dilakukan sesuai peraturan.
“Kita juga akan mengecek info ini lebih lanjut dan bertanya para pejabat Dinas Pendidikan kabupaten Blitar, apakah pembelian buku ilegal ini atas perintah atau atas sepengetahuan para pejabat dinas pendidikan,” kata Zainul.
Selama ini, ujar Zainul, jawaban dari pejabat dinas pendidikan cenderung normatif. Mereka beralasan bahwa sekolah masih dalam tahap menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS) berdasarkan sosialisasi, dan pembelian buku nantinya dilakukan melalui aplikasi SIPLah. Namun, ia menyoroti kenyataan di lapangan yang berbeda.
“Akan tetapi dalam kenyataannya, buku-buku yang tidak lulus penilaian atau buku illegal itu sudah diterima di sekolah, apakah yang penting beli barang dan diterima dahulu lalu nanti administrasi disesuaikan atau diatur bagaimana, itu yang belum jelas,” ungkap Zainul.
Zainul juga mengingatkan bahwa fenomena serupa diduga tidak hanya terjadi di SD, tetapi juga SMP dan SMA yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi. “Bahkan infonya fenomena ini terjadi di banyak kabupaten, kota dan provinsi di Indonesia.” Ungkapnya.
“Jika ini terjadi, tentunya sangat memprihatinkan. Dimana kualitas pendidikan diabaikan. Jangan dengan adanya alasan bahwa yang di atas atau di pusat terjadi seperti itu, lalu di daerah lantas ikut-ikutan, asal tidak ketahuan karena nilainya dalam rupiah tidak terlalu besar. Mau dibawa kemana dunia pendidikan kita?” Lanjut Zainul.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar Agus Santosa dan Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Blitar Deni Setiawan belum memberikan tanggapan meski sudah dihubungi melalui nomor ponsel maupun WhatsApp.