IKUTI SALURAN WA KOMINFORMA
DAPATKAN AKSES BERITA LEBIH MUDAH
GABUNG SEKARANG

Nur Suhud Nilai Aturan SPMB Pacitan Tahun 2025 Diskriminatif

Redaksi
26 Jun 2025, 07:07 WIB Last Updated 2025-06-26T14:12:16Z
Nur Suhud

KOMINFORMA, PACITAN, — Kebijakan dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 di Kabupaten Pacitan menuai sorotan tajam. Nur Suhud, pemerhati kebijakan publik, menilai aturan yang mewajibkan kesesuaian antara domisili dan Kartu Keluarga (KK) adalah bentuk diskriminasi administratif yang merugikan hak anak. 

Menurut Nur Suhud, ada banyak kasus di mana siswa tinggal lebih dekat dengan sekolah tertentu, namun tidak diperbolehkan mendaftar karena alamat dalam KK berbeda. 

“Ini memaksa orang tinggal sesuai KK-nya. Padahal dalam studi pendidikan, anak-anak seharusnya diberi kemudahan untuk memilih sekolah yang mendukung suasana belajar ideal.” Terang Nur Suhud kepada Kominforma. (26/6)

Nur Suhud menilai aturan tersebut tidak memiliki dasar kuat di regulasi yang lebih tinggi dan justru berpotensi melanggar hak-hak dasar anak sebagaimana dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. “Itu bentuk diskriminasi. Bahkan di Sisdiknas, tidak ada yang mengatur syarat domisili harus sama dengan KK.” Ucapnya.

Lebih jauh, ia juga menyoroti formulir pendaftaran yang dinilai kontradiktif dan berpotensi mendorong praktik manipulasi data. “Di satu sisi disuruh sesuai KK, tapi juga diminta keterangan domisili. Ini seolah melatih masyarakat untuk berbohong hanya demi memenuhi syarat administratif.” Imbuhnya.

Ia pun menyayangkan lemahnya peran Dinas Pendidikan dalam menyusun sistem yang mestinya berorientasi pada pemenuhan hak anak. “Sistem ini lemah. Kesan utamanya justru memudahkan penyelenggara pendidikan secara administratif, bukan memenuhi hak belajar siswa. Itu keliru.” Pungkasnya.

Catatan Redaksi:

Penerimaan murid baru seharusnya menjadi pintu masuk anak-anak menuju pendidikan yang layak dan ramah, bukan malah menjadi tembok penghalang yang dibangun atas dasar syarat administratif semata. Ketika sistem lebih memihak kenyamanan birokrasi dibanding kepentingan tumbuh-kembang anak, maka perlu ada evaluasi menyeluruh. 

Kritik seperti yang disampaikan Nur Suhud bukan sekadar keluhan, melainkan sinyal bahwa ada yang tidak beres dalam pelaksanaan kebijakan teknis di daerah. Pendidikan adalah hak, bukan hadiah bagi yang “berkasnya lengkap”. 

Penyusunan sistem seperti SPMB harus selalu mengacu pada nilai keadilan, aksesibilitas, dan kepentingan terbaik bagi anak, sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Administrasi boleh jadi penting, tetapi jangan sampai menggusur esensi.

Kendati demikian, Redaksi Kominforma membuka ruang hak jawab seluas-luasnya kepada pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan atau pihak lain yang merasa perlu memberikan klarifikasi, tanggapan, atau penjelasan atas pernyataan dan kritik yang disampaikan dalam berita ini.
Komentar

Tampilkan