KOMINFORMA, PACITAN, — Peristiwa di Pantai Pancer Door Pacitan yang merenggut nyawa seorang ibu dan tiga anak asal Mojokerto menyisakan duka dan tanya. Bukan hanya tentang ombak yang tinggi atau cuaca yang tak bersahabat, tapi tentang minimnya perlindungan di ruang-ruang wisata yang ramai dikunjungi, namun sepi pengawasan.
Ketika tragedi terjadi di wilayah yang mengundang wisatawan dari luar daerah, tanggung jawab tak berhenti di batas administratif. Ia menjalar pada kewajiban negara, melalui pemerintah daerah untuk memastikan setiap pengunjung, dari mana pun asalnya, pulang dengan selamat.
Itulah yang kini dipertanyakan sejumlah pihak. Bukan sekadar siapa yang bersalah, tapi apakah sistem perlindungan wisata selama ini benar-benar dijalankan? Ataukah kita masih mengandalkan keberuntungan di tempat yang seharusnya aman?
Pernyataan tegas datang dari Direktur Firma Hukum Astra Nawasena, Saptono. Ia menyebut bahwa kejadian tersebut bukan semata musibah alam, tapi bisa dikategorikan sebagai kelalaian negara dalam hal ini pemerintah daerah, karena tidak menjalankan tanggung jawab pelayanan publik secara utuh.
“Kecelakaan wisatawan, secara yuridis ada unsur kelalaian yang dilakukan oleh Pemda, karena di wilayah tersebut tidak ada petugas jaga dan tidak ada peringatan,” ujar Saptono kepada Kominforma. (23/6)
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa pihak keluarga korban bisa menempuh jalur hukum secara sah terhadap otoritas yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan pengawasan kawasan wisata. “Secara hukum, para pihak keluarga korban bisa melakukan tuntutan hukum kepada bupati atau pejabat yang berwenang.” Sambungnya.
Saptono menegaskan, Pemda bisa dinyatakan tidak lalai apabila telah memenuhi unsur kewaspadaan dan keselamatan dasar, seperti papan peringatan, pengawasan aktif, atau peringatan resmi kondisi bahaya. Sayangnya, menurut Saptono, hingga kini belum pernah ada langkah proaktif dari aparat penegak hukum untuk mengusut tanggung jawab administratif atas peristiwa semacam ini.
“Jika unsur-unsur peringatan sudah terpenuhi maka Pemda sebenarnya bisa bebas dari unsur kelalaian, yang jadi masalah hingga saat ini kepolisian tidak pernah melakukan pengusutan ataupun penyelidikan.” Imbuh Saptono.
Menurut Saptono, kasus ini dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang menjamin hak masyarakat untuk memperoleh perlindungan dan rasa aman saat memanfaatkan fasilitas layanan dari negara. “Konteks masuknya adalah UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik.” Terangnya.
Ia juga menambahkan bahwa bentuk kelalaian lain yang kerap diabaikan adalah tidak adanya perlindungan asuransi bagi wisatawan. “Bentuk kelalaian yang lain yakni tidak adanya perlindungan asuransi terhadap wisatawan.” Pungkasnya.
Pernyataan ini memperkuat urgensi bagi pemerintah daerah untuk tidak hanya mengejar jumlah kunjungan wisata, tetapi juga membenahi sistem keamanan dan tanggung jawab publik di kawasan wisata berisiko tinggi.
Catatan Redaksi:
Sebagaimana semangat kerja jurnalistik yang kami yakini, Kominforma membuka ruang hak jawab dan klarifikasi dari pemerintah daerah maupun pihak-pihak terkait. Kritik ini bukan tuduhan, tapi seruan agar kehadiran negara tidak hanya terlihat saat potong pita, tapi juga saat nyawa warga dipertaruhkan.